tuliskan kelemahan seni pada era digital
EraDigital, Solusi Teknologi Masa Depan Dunia dan Pemanfaatannya. AN Aulia Nur Ihsanti 25 Jul 2021 22.42 WIB; Bersama Teknologi Digital. Kelemahan pada teknologi dahulu adalah tidak semua daerah memiliki akses internet sehingga belum bisa menjangkau informasi ke seluruh daerah maupun dunia, selain itu sinyal kualitas yang masih rendah, dan
Permasalahanbagi kelangsungan industry pertelekomunikasian akan memengaruhi kemampuan daya beli masyarakat. Rangkaian elektronika yang digunakan menjadi lebih rumit atau komplex. TAGS: Ilmunesia - Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Digital, kursus 3d bogor, kursus design graphic bogor, kursus programing bogor, kursus web bogor.
Meskipunseperti yang diketahui bahwa banyak kalangan muda yang mengabaikan penggunaan surat kabar dan justru memilih berita online sebagai media pemenuhan kebutuhan informasinya. Tentu hal itulah menjadi perbedaan yang mencolok antara media konvensional dan juga new media. Kedua-duanya memiliki kunggulan masing-masing.
Diera digital saat ini pula, seni karawitan mengalami proses pembentukan ulang, mulai dari membawakan ulang lagu yang sudah ada ( cover ), atau bahkan membuat komposisi gending baru. Misalnya, pada seni karawitan yang dapat menampilkan keterampilan seorang pengrawit yang tengah memainkan ricikan gender di kanal YouTube, kemudian pengrawit lain
Keuntunganbelanja online selanjutnya adalah sangat praktis sehingga kamu bisa melakukannya dimana saja dan kapan saja. Baik itu di rumah, kantor, maupun di perjalanan menuju atau pulang kantor. Pagi, siang, ataupun malam, toko online akan selalu buka dan kamu bisa melihat produk-produk yang tersedia di dalamnya. Banyak Diskon yang Tersedia
Frau Sucht Mann Sie Meint Es Ernst. Era disrupsi melahirkan perubahan besar dalam dunia seni rupa, dipicu oleh perkembangan teknologi digital-virtual dalam revolusi industri Artikel ini mengkaji tentang eksistensi seni rupa di era disrupsi. Sejauhmana teknologi berdampak dalam medan sosial seni rupa, apakah teknologi dapat mengancam eksistensi perupa atau seniman, dan apakah teknologi dapat mereduksi nilai-nilai karya seni rupa konvensional. Sejalan dengan metode deskriptif-kualitatif, pembahasan dilakukan berdasarkan pendekatan sosiologi seni, didukung dengan pendekatan visual culture dan kreativitas seni. Hasil kajian menjelaskan bahwa Pertama, teknologi era disrupsi secara umum berdampak positif dalam medan sosial seni rupa. Dalam medan sosial penciptaan, teknologi mendukung sistem kerja yang lebih praktis dan produktif. Dalam medan sosial penyajian seni, teknologi virtual sangat mendukung sosialisasi dan promosi karya secara luas. Begitu juga dalam medan sosial pengkajian seni, teknologi virtual dapat mengundang partisipasi masyarakat global. Kedua, teknologi tidak dapat menggantikan eksistensi perupa yang berorientasi ekspresi estetis, kecuali yang berorientasi menghasilkan karya fungsional. Secara umum, teknologi mendukung aktivitas kesenirupaan. Ketiga, nilai seni rupa tidak tereduksi oleh teknologi, karena nilai karya melekat pada karakter atau roh yang dilahirkan perupa, bukan yang dihasilkan teknologi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 134-133. DOI Gondang Jurnal Seni dan Budaya Available online Seni Rupa di Era Disrupsi Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa Visual Arts in the Disruption Era Impacts of Technology in the Social World of Visual Arts Zulkifli* Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan, Indonesia Diterima 20 Mei 2021; Direview 22 Mei 2021; Disetujui 01 Juni 2021 Abstrak Era disrupsi melahirkan perubahan besar dalam dunia seni rupa, dipicu oleh perkembangan teknologi digital-virtual dalam revolusi industri Artikel ini mengkaji tentang eksistensi seni rupa di era disrupsi. Sejauhmana teknologi berdampak dalam medan sosial seni rupa, apakah teknologi dapat mengancam eksistensi perupa atau seniman, dan apakah teknologi dapat mereduksi nilai-nilai karya seni rupa konvensional. Sejalan dengan metode deskriptif-kualitatif, pembahasan dilakukan berdasarkan pendekatan sosiologi seni, didukung dengan pendekatan visual culture dan kreativitas seni. Hasil kajian menjelaskan bahwa Pertama, teknologi era disrupsi secara umum berdampak positif dalam medan sosial seni rupa. Dalam medan sosial penciptaan, teknologi mendukung sistem kerja yang lebih praktis dan produktif. Dalam medan sosial penyajian seni, teknologi virtual sangat mendukung sosialisasi dan promosi karya secara luas. Begitu juga dalam medan sosial pengkajian seni, teknologi virtual dapat mengundang partisipasi masyarakat global. Kedua, teknologi tidak dapat menggantikan eksistensi perupa yang berorientasi ekspresi estetis, kecuali yang berorientasi menghasilkan karya fungsional. Secara umum, teknologi mendukung aktivitas kesenirupaan. Ketiga, nilai seni rupa tidak tereduksi oleh teknologi, karena nilai karya melekat pada karakter atau roh yang dilahirkan perupa, bukan yang dihasilkan teknologi. Kata Kunci Era Disrupsi; Dampak Teknologi; Medan Sosial; Seni Rupa Abstract The disruption era has created a big change in the visual art world, triggered by the digital-virtual technology development in Industrial Revolution This paper examines the existence of visual arts in disruption era how far technology impacts the social world of visual art, artists’ existence and the reduction of values of conventional visual art works. Along with the descriptive-qualitative method, the discussion is based on art sociology approach supported by the approach of visual culture and art creativity. The results indicate First, technology in disruption era generally impacts the social world of visual arts positively. In the social world of creation, technology supports a more practical and productive work system. In the social world of art presentation, virtual technology supports the art works’ socialization and promotion widely. The social world of art studies is the same that virtual technology can invite the global society’s participation. Second, technology cannot replace the artists’ existence orientated to aesthetic expression, except the ones orientated to making functional works. Generally, technology supports art’s activities. Third, the visual art values cannot be reduced by technology as the values are bound to the character or spirit the artists create, not the ones the technology creates. Keywords Disruption Era; Impacts of Technology; Social World; Visual Arts How to Cite Zulkifli, 2021. Seni Rupa di Era Disrupsi Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa. Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 134-133. *Corresponding author E-mail zulkiflifbs ISSN 2599 - 0594 Print ISSN 2599 - 0543 Online Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 134-142. 135 PENDAHULUAN Era disrupsi merupakan era perubahan besar yang terjadi saat ini. Tidak hanya bagi sebagian orang, tetapi semua melakoninya dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari. Terjadinya fenomena perubahan masyarakat, dimana bergesernya aktivitas yang biasa dilakukan di dunia nyata kemudian beralih ke dunia maya, atau dengan istilah lain, perubahan dari cara manual menjadi digital dalam berbagai platform Harto, dkk., 2018. Clayton M. Cristhensen yang merupakan guru besar di Harvard Business School, dalam bukunya berjudul The Innovator Dilemma 1997 menjelaskan bahwa disrupsi merupakan perubahan besar yang mengubah tatanan Hidayat, 2019. Perubahan besar ini merupakan dampak dari revolusi industri yang ditandai dengan merebaknya penggunaan internet internet of things dan berbagai perangkat turunannya, yaitu robotika, virtual reality VR, dan kecerdasan buatan AI Rahmantio, 2020. Jaringan internet telah menghubungkan semua manusia yang hidup di dunia, untuk berkomunikasi dan berintegrasi secara global. Dunia sekarang ibaratnya sudah menjadi satu desa besar global village kata Marshall McLuhan. Konsep ini diperkenalkan McLuhan di awal tahun 60-an melalui bukunya yang terbit dengan judul Understanding Media Extension of A Man. Berangkat dari pemikiran yang jauh saat itu, bahwa kelak informasi akan sangat terbuka dan dapat diakses oleh semua orang dunia Wikipedia, 2018. Dalam pernyataan lain, Kenichi Ohmae mengatakan bahwa dunia sekarang merupakan dunia tanpa batas borderless world. Walaupun Ohmae menggambarkannya dalam perspektif keterkaitan ekonomi antar negara-negara di dunia, namun sesungguhnya juga terjadi dalam semua aspek kehidupan, termasuk sosial budaya Piliang, 2018. Istilah disrupsi sendiri berawal dari dunia bisnis atau pemasaran sebagai dampak dari inovasi teknologi informasi dan kounikasi Harto, dkk., 2018. Disrupsi adalah sesuatu yang positif, karena merupakan suatu kreativitas dan inovasi yang dinamis. Terjadinya perubahan yang menggantikan sistem lama dengan yang baru, cara kerja konvensional dengan yang lebih canggih sesungguhnya biasa dalam dunia seni, karena karakteristik seni hidup dalam dunia kreatif dan dinamis. Hanya saja bedanya sekarang, perubahan yang terjadi adalah perubahan besar yang dipicu oleh teknologi, yang tidak saja menjadikan aktivitas manusia menjadi mudah, juga dapat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Konsekuensinya pada bidang seni, khususnya medan sosial seni rupa sangat kompleks, yang menuntut dilakukan pengkajian yang mendalam. Berdasarkan gambaran permasalahan di atas, artikel ini membahas bagaimana esistensi seni rupa di era disrupsi. Tujuannya adalah agar dapat mejelaskan secara komprehensif dampak teknologi terhadap eksistensi seni rupa di era disrupsi. Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa pertanyaan besar yang harus dijawab. Pertama, sejauhmana teknologi berdampak dalam medan sosial seni rupa, mengingat, di berbagai bidang profesi sudah semakin kuat dampaknya. Kedua, apakah teknologi dapat mengancam eksistensi perupa atau seniman. Di bidang profesi lain, pegawai bank misalnya, terdisrupsi oleh mesin ATM yang sudah tersebar di banyak tempat. Kedepannya, diprediksi profesi advokat, dokter dan perawat di rumah sakit, dan lainnya akan terdisrupsi oleh robot-robot artificial intelligence Wisetrotomo, 2020; Wulandari, 2019. Ketiga, apakah teknologi dapat mereduksi nilai-nilai karya seni rupa konvensional. Walaupun banyak pertanyaan lain yang dapat dirumuskan, namun tiga pertanyaan di atas sudah mengcover permasalahan yang dibahas berdasarkan topik ini. Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa 136 Secara spesifik, pembahasan eksistensi seni rupa di era disrupsi dijelaskan dalam konteks medan sosial seni, atau istilah lain ekosistem seni. Medan sosial seni rupa art world merupakan jejaring masyarakat seni yang terlibat secara bersama-sama dalam aktivitas berkesenian Susanto, 2011. Keterlibatan dimaksud dapat secara langsung, atau tidak langsung seperti bagian dari proses atau aktivitas yang lebih dominan. Pembuat kanvas atau bingkai lukisan misalnya adalah bagian dari jejaring dalam penciptaan karya seni lukis, walaupun aktivitas utamanya adalah pada pelukis yang berkarya. Beberapa ahli memetakan medan sosial seni dalam model yang berbeda. Mikke Susanto memetakannya berdasarkan penciptaan karya seni, kritik seni, pengkoleksian seni, dan manajemen seni. Dalam hal ini, elemen-elemen dari medan sosial seni rupa dapat berupa galeri, museum, pendidikan seni, ruang seni alternatif, kolektor, kurator, kritikus seni, pembuat pigura, penonton pameran, dan lainnya Susanto, 2011. Ada juga yang memetakannya berdasarkan jejaring ekonomi, yaitu kelompok produksi, distribusi, dan konsumsi yang ketiganya saling terkait. Menurut Milton Albrecht, medan sosial seni berkaitan dengan sistem teknologi, misalnya pembuat cat dan kuas untuk seni lukis; sistem distribusi dan penyelenggara pameran, seperti galeri dan art dealer; sistem apresiasi dan kritik, dapat berupa karya tulis atau artikel seni rupa; serta pengamat atau apresiator seni rupa Susanto, 2011. Dengan model yang berbeda, Yasraf Amir Piliang memetakan medan kreativitas yang relevan dengan medan sosial seni, yaitu medan ekspresi, medan produksi, medan diseminasi, dan medan apresiasi Piliang, 2018. Berdasarkan model pemataan yang dipaparkan di atas, dalam pembahasan artikel ini diformulasikan menjadi medan sosial penciptaan, medan sosial penyajian, dan medan sosial pengkajian seni rupa. Medan penciptaan dengan sendirinya sudah mengcover medan ekspresi dan medan produksi sebagaimana dipetakan Piliang, serta mengcover semua elemen atau pihak yang mendukung proses penciptaan seni rupa. Medan penyajian sudah mengcover elemen seperti galeri, museum, ruang seni alternatif, dan peran art dealer, serta sistem distribusi, penyelengaraan pameran, diseminasi, dan aktivitas kuratorial. Kemudian medan sosial pengkajian, sudah mengcover medan dan sistem diskusi seni, apresiasi dan kritik seni, mengcover elemen pendidikan seni, kritikus seni, pengamat, dan apresiator seni. METODE PENELITIAN Sebagaimana lumrah dalam kajian sosial-humaniora dan seni-budaya, kajian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Sesuai dengan karakter permasalahan yang dibahas, pendekatan yang dikembangkan adalah multidisipliner, karena kajian sosiologi seni saling terkait dengan banyak aspek. Pendekatan utama yang kembangkan adalah sosiologi seni, didukung pendekatan visual culture dan kreativitas seni. Dinamika perkembangan seni rupa dari dulu sampai sekarang, dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi tidak terlepas dari dinamika sosial-budaya masyarakatnya, yang secara khas mengungkapkan manifestasi estetis dan reaksi nilai atau respon kritis terhadap situasi dan kondisi sosial-budaya yang menjadi basisnya Himawan, 2013. Pemahaman inilah yang menjadi dasar pendekatan sosiologi seni. Sosiologi seni mengkaji berbagai aktivitas seni yang berkembang dalam masyarakat, sesuai dengan konteks sosial-budaya yang melingkupinya Jazuli, 2014. Kajian tentang dampak teknologi dalam medan sosial seni rupa, fokus permasalahanya berawal dari penciptaan karya seni, yang melahirkan berbagai ragam bentuk seni rupa. Dengan demikian, Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 134-142. 137 untuk mendukung pembahasan kajian dampak teknologi ini juga menggunakan pendekatan visual culture. Berbarengan dengan ini, ungkapan estetik perwujudan karya seni rupa tidak terlepas dari kreativitas perupa atau komunitasnya. Untuk melengkapi kajian yang komprehensif, juga didukung dengan pendekatan kreativitas. Teknik pengumpulan data adalah melalui studi pustaka, observasi, mencermati dan mencatat semua aspek yang terkait dengan permasalahn yang dikaji. Keterbatasan data dari observasi dilengkapi dengan data wawancara dan diskusi dengan pihak yang kompeten. Seni rupa sebagai budaya visual, dalam proses kajiannya membutuhkan dokumentasi berupa foto, untuk dibahas dan dipahami dengan cermat. Pengujian keabsahan data adalah berdasarkan triangulasi data, dengan membandingkan data dari sumber yang berbeda. Prosesnya dilakukan berbarengan dengan pengumpulan data, agar mendapatkan data yang sahih. Selanjutnya, untuk pengolahan data merujuk pada model interaktif, mulai dari reduksi data, penyajian data, sampai penarikan kesimpulan atau verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan permasalahan yang dipaparkan pada bagian awal artikel ini, hasil dan pembahasannya dirinci berdasarkan medan sosial penciptaan, medan sosial penyajian, dan medan sosial pengkajian seni rupa. Melengkapi kajian tentang dampak teknologi di era disrupsi, pembahasannya dirinci berdasarkan aspek hasil karya, bentuk karya, dan proses berkarya. Medan Sosial Penciptaan Pembahasan dampak teknologi dalam medan sosial penciptaan seni rupa pada era disrupsi meliputi persiapan berkarya, proses berkarya, dan penciptaan berbasis digital. Dalam proses persiapan berkarya, kesulitan-kesulitan masa lalu untuk mendapatkan bahan dan alat berkarya terdisrupsi dengan kemudahan memesannya secara online. Kesulitan ini umumnya dirasakan oleh perupa di daerah, yang jauh dari pusat perkembangan kesenirupaan, misalnya untuk mendapatkan cat lukis yang berkualitas, bahan batik yang bagus, peralatan ukir yang lengkap, dan sebagainya, yang sekarang semuanya telah menjadi mudah. Begitu juga dengan referensi, pada masa lalu perupa hanya mengandalkan buku atau majalah bergambar, sekarang sangat mudah di-searching di internet, di-download dan di-print sendiri. Artinya, sumber-sumber digital sudah memberi kemudahan bagi perupa dan membukakan kesempatan luas untuk berkreasi dan berekspresi Komalasari, dkk., 2021. Dalam proses berkarya, pengembangan konsep seni lukis atau patung misalnya, sangat mudah dilakukan melalui proses digital Zulkifli, dkk., 2020. Mudah dalam mengeksplorasi berbagai alternatif bentuk, melakukan distorsi, deformasi dan abstraksi, sampai melahirkan bentuk-bentuk tak terduga. Konsep berkarya semakin kaya melalui proses perumitan-perumitan bentuk. Terlebih lagi pada bidang desain produk, desain interior, desain komunikasi visual, desain arsitektur, dan sejenisnya. Pada masa lalu dibutuhkan peralatan mendesain yang beragam dengan meja dan ruang kerja yang luas. Interaksi desainer dengan klien dan berbagai pihak berlangsung secara fisik-material. Sekarang semua fasilitas dan aktivitas tersebut sudah terdisrupsi oleh komputer dengan berbagai program aplikasi, serta internet. Orang dapat berkerja secara mobile dengan tim kerja yang berada di tempat yang berbeda. Suatu proyek seni dapat dikerjakan oleh kolaborasi tim dari berbagai nagara, dengan tidak mesti bertatap muka langsung. Penciptaan karya yang sepenuhnya berbasis digital berkembang sejalan dengan perkembangan program aplikasi komputer yang relevan dengan bidang seni rupa dan desain. Awal pengaplikasiannya cenderung bersifat teknis, untuk mengatasi keterbatasan sistem kerja manual. Seiring perkembangan program aplikasi komputer, lahirlah berbagai jenis dan karakter seni rupa baru, yang Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa 138 sebelumnya tidak ada. Artinya teknologi digital berbasis komputer dan teknologi virtual berbasis internet melahirkan genre seni rupa baru. Jenis seni rupa baru ini misalnya dalam bentuk grafis komputer atau animasi komputer. Seni rupa ini eksis dalam dunia medan virtual-immaterial, diciptakan secara digital-virtual, didistribusikan secara virtual, dan dikonsumsi secara virtual melalui layar monitor laptop atau handphone. Dalam bahasa lain, genre seni rupa ini bersifat anti gravitasi. Tidak seperti seni rupa biasa yang eksis di dunia nyata-material, yang memperhitungkan aspek kekuatan dan daya tahannya terhadap gravitasi. Gambar 1. Medan Sosial Penciptaan Berbasis Digital-Virtual Sumber Medan Sosial Penyajian Dampak teknologi dalam medan sosial penyajian seni rupa telah membuka ruang dan kesempatan luas kepada para perupa untuk mensosialisasikan dan memperomosikan karyanya ke dunia global. Pada masa lalu, perupa menjalani proses dalam berkesenian, yaitu berkarya, berpameran, dan berkembang secara bertahap sehingga menjadi seninam terkenal. Perupa-perupa daerah berusaha untuk bersosialisasi dengan perupa di Jakarta atau Pulau Jawa yang merupakan barometer seni rupa nasional, dan mengadakan pameran bersama sehingga karya dan namanya mulai dikenal. Pameran dilaksanakan di suatu tempat di dalam ruangan dengan proses sosialisasi yang berjalan secara tatap muka langsung. Sekarang, pemeran dapat dilakukan secara virtual dengan tanpa batas ruang dan waktu. Masyarakat pengamat seni rupa dapat menyaksikan pameran ini dari mana saja mereka berada dan kapan saja waktunya, karena pamerannya dilaksanakan secara virtual di dunia tanpa batas borderless world, istilah Kenichi Ohmae. Dalam hal ini, ruang virtual virtual reality telah mengambil alih ruang-ruang fisik Piliang, 2018. Di era perubahan, era disrupsi ini, tidak heran banyak perupa muda yang langsung melejit namanya karena karyanya diapresiasi dan dihargai tinggi oleh pasar seni global. Mereka memanfaatkan berbagai potensi dari perkembangan teknologi untuk membentuk jejaring global, sehingga eksistensinya dikenal secara luas. Globalisasi digital mampu memobilisasi dan mengorkestrasi potensi-potensi yang ada dimana saja, untuk disatukan dan bergerak bersama Djatiprambudi, 2019. Di samping pameran secara virtual, medan sosial penyajian seni yang berkembang adalah promosi karya seni berbasis digital. Hal ini banyak dilakukan oleh perupa yang menawarkan karya kriya atau desain, yang orientasinya memenuhi kebutuhan fungsional sehari hari atau untuk pasar wisata. Sejalan dengan ini, adalah juga presentasi karya secara online. Presentasi karya dapat dimaksudkan sebagai promosi karya, atau sosialisasi karya sebagai bagian dari pembinaan apresiasi masyarakat. Perkembangan seni rupa kontemporer yang mengaburkan batas-batas bidang seni, yang melahirkan seni rupa pertunjukan performing art juga efektif disajikan secara virtual. Medan sosial penyajian karya seni rupa yang berdampak besar terhadap apresiasi masyarat adalah keberadaan galeri dan museum virtual. Tidak mudah bagi masyarakat Indonesia untuk dapat menyaksikan koleksi karya seni rupa di berbagai galeri atau museum terkenal dunia. Namun sekarang, kendala tersebut sudah terdisrupsi dengan dibukanya galeri dan museum virtual. Galeri dan museum yang menyimpan karya seni bersejarah dari maestro seni rupa dunia, sekarang mudah diakses oleh masyarakat pencinta seni. Penyajian karya dari galeri dan museum ini secara virtual sangat mendukung pembinaan apresiasi masyarakat. Lembaga pendidikan seni juga terbantu dengan adanya galeri dan Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 134-142. 139 museum virtual ini sebagai bagian dari sumber belajar. Untuk kebutuhan apresiasi yang maksimal, diakui memang melalui sajian karya secara langsung, seperti dalam pameran di dunia nyata-material. Dalam kondisi ini, pengunjung dapat merasakan langsung aura karya seni yang dipamerkan. Namun, pameran seperti ini hanya dapat disaksikan oleh orang yang hadir secara langsung juga. Karena terikat dengan ruang dan waktu, jumlah pengunjung pameran atau geleri dan museum secara langsung tentunya sangat terbatas. Ke depannya, medan sosial penyajian seni ini akan berkembang dengan saling melengkapi dua bentuk penyajian ini, yaitu yang bersifat nyata-material dan virtual-immaterial. Sudah biasa kita saksikan, dimana pameran dan diskusi seni rupa yang diadakan di suatu tempat pada momen tertentu, disajikan juga dalam bentuk vitualnya. Dengan cara ini, tujuan penyajian karya seni tercapai lebih optimal, baik sebagai wahana apresiasi langsung, ataupun untuk sosialisasi dan promosi karya secara global. Gambar 2. Pameran Virtual dalam Medan Sosial Penyajian Sumber Dok. Zulkifli, 2020 Medan Sosial Pengkajian Melalui medan sosial pengkajian seni, dampak teknologi membuka peluang bagi perupa dan pengamat seni untuk memberikan atau mendapatkan partisipasi dan kontribusi global. Dahulu, ketika diadakan seminar, diskusi atau bedah buku tentang seni hanya dapat diikuti oleh peserta yang sengaja hadir. Sekarang, karena dilaksanakan secara virtual atau online, masyarakat global dapat berperan serta. Betul kata Marshall McLuhan, dunia sekarang ibarat satu desa besar, yang semua orang dapat berintegrasi. Apapun kegiatan yang dilakukan dapat melibatkan masyarakat global. Oleh sebab itu, perkembangan ini harus direspon aktif oleh para perupa dan semua pihak yang terlibat dalam medan sosial seni rupa. Secara berkala komunitas perupa atau organisasi kesenirupaan dapat mengadakan diskusi, seminar, atau bedah buku kesenirupaan. Dengan media online atau daring biayanya lebih murah, tidak membutuhkan persiapan tempat dan biaya transportasi. Hasil dan dampaknya lebih luas, karena dapat diikuti peserta dari berbagai penjuru dunia. Sejalan dengan ini dapat juga dilakukan publikasi online, yang biayanya juga lebih murah. Dalam kaitannya dengan pengkajian seni, dibutuhkan pengelolaan data kesenirupaan yang rapi, aman, dan mudah diakses. Dalam hal ini, pengkajian seni rupa mestinya didukung oleh adanya big data kesenirupaan yang terkelola dengan baik, melalui media digital. Era disrupsi telah melahirkan dunia baru untuk mengembangkan medan sosial seni rupa. Perupa termasuk mahasiswa seni rupa harus memanfaatkannya dengan baik. Bisa saja medan penciptaanya, khususnya dalam proses berkarya dikembangkan secara manual di dunia nyata, karena bisa jadi suatu pilihan yang baik, namun medan penyajian dan pengkajian seni hendaknya dikembangkan berbasis digital di dunia virtual. Artinya, perupa harus eksis dalam dua dunia, karena medan sosial seni telah berkembang dalam dua dunia two globalizations, yaitu dunia nyata-material physical dan dunia virtual-immaterial non-physical. Inilah tantangan di era digital Wiflihani, 2021. Menolak dunia virtual-immaterial sepenuhnya tidak mungkin bagi perupa yang ingin eksis di zaman ini. Pilihannya adalah, dapat mengkombinasikan dua dunia ini hibrida, atau sepenuhnya virtual-immaterial. Medan seni rupa yang sepenuhnya virtual-immaterial contohnya adalah yang berkarya berbasis digital sebagai genre seni rupa baru, seperti grafis komputer atau animasi. Tentunya yang Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa 140 dominan adalah gabungan dunia nyata dan virtual. Tidak mungkin menolak kemudahan dan peluang besar yang ditawarkan dunia virtual untuk kemajuan dan kesuksesan perupa dalam karirnya. Melalui dunia virtual atau maya ini, manusia semakin mengandalkan jejaring dalam aktivitasnya untuk saling berinteraksi dan berkolaborasi, karena ini adalah era digital Wulandari, 2019. Gambar 3. Medan Sosial Pengkajian Seni Sumber Dampak Teknologi Secara Umum Pembahasan dampak teknologi, baik non-digital maupun digital-virtual menyangkut beberapa hal, yaitu hasil karya, bentuk karya, dan proses berkarya. Berdasarkan hasil karya, dampak teknologi dijelaskan dalam kaitannya dengan produktivitas dan kualitas karya. Dampak teknologi melahirkan produktivitas berkarya, karena memang semenjak revolusi industri di Inggris abad ke-18 orientasinya adalah untuk menghasilkan produk massal, yang pada awalnya melalui penerapan mekanisasi mesin pada produk tekstil, yang menciptakan model kerja baru Irwandi, dkk., 2019. Namun tidak semua teknologi berdampak terhadap kualitas karya, seperti pada pembuatan ulos Batak dan sulaman di Padang. Dalam hal ini, konsumen yang menginginkan kualitas lebih memilih produk yang dikerjakan secara manual oleh pengrajin, karena benangnya lebih padat dan rapi, dan yang pasti memiliki aura tradisi. Teknologi yang berdampak terhadap kualitas disamping produktivitas dapat dilihat pada karya kerajinan kayu, bambu, batu, dan sejenisnya di Bandung dan Yogyakata. Teknologi elektrik yang digunakan menghasilkan kualitas bentuk yang presisi, bersih, dan rapi. Berdasarkan bentuk karya, teknologi digital melahirkan bentuk yang berbeda, sebagai genre baru seni rupa. Bentuk baru ini ada yang sifatnya diam seperti grafis komputer, dan yang bergerak berupa animasi. Jenis seni rupa ini tidak dapat dikerjakan tanpa menggunakan basis digital. Kelebihan teknik digital diantaranya adalah mudah menggandakan bentuk dalam bentuk dan ukuran repetisi atau meroncet. Mudah melakukan deformasi dan distorsi, atau memanipulasi bentuk. Hal seperti ini sulit dilakukan dalam proses manual. Dalam hal ini, estetika yang selama ini dibangun oleh “penampakan fisik” aesthetics of appearance kini digantikan oleh “penampakan virtual” aesthetics of dissappearance Piliang, 2018. Dalam proses berkarya, teknologi melahirkan sestem kerja yang canggih, dan tentunya juga berdampak terhadap produktivitas yang tinggi. Teknologi 3D printing menghasilkan produk tiga dimensional, baik sebagai karya jadi ataupun sebagai prototyping. Studio 3D printing misalnya, melayani konsumen membuat patung atau miniatur dari modelnya, layaknya studio foto yang menghasilkan lembaran foto. Teknologi laser cutting mempermudah proses untuk memotong lembaran berbagai material, seperti plat besi, aluminium, akrilik, dan lainnya. Tidak hanya memotong, tetapi juga melobangi pola terawang, yang hasilnya banyak dipakai sebagai hiasan partisi dan eksterior fasade bangunan modern Zulkifli, dkk., 2021. Kemudian mesin ukir, yang mempermudah pekerjaan mengukir, yang dikhawatirkan dapat mendisrupsi profesi pengukir. Namun, apakah betul teknologi dapat menggantikan peran perupa atau seniman. Untuk karya seni rupa yang berkualitas Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 134-142. 141 tinggi adiluhung yang dihasilkan oleh perupa dengan tingkat keahlian craftsmanship tinggi tentunya tidak. Karena karya seni rupa seperti ini mangandung aura, yang tidak mungkin dilahirkan melalui mesin teknologi. Termasuk karya seni yang menekankan pada ekspresi estetis, tidak akan tergantikan oleh mesin yang berorientasi produktivitas dengan prinsip efisiensi. Namun bagi perupa yang berorientasi menghasilkan karya fungsional yang biasa juga dibuat massal, tentunya dapat tersaingi atau malah tergantikan oleh teknologi yang semakin maju. Karena dalam hal kepraktisan dan produktivitas, tentunya mesin teknologi lebih unggul dari perupa atau pengrajin. Yang pasti, tidak semua bentuk seni rupa berorientasi praktis dan produktif, dan tidak semua bentuk seni rupa terikat dengan teknologi. SIMPULAN Era disrupsi melahirkan dunia baru, dunia virtual-immaterial. Teknologi era disrupsi secara umum berdampak positif dalam medan sosial seni rupa. Dalam medan sosial penciptaan, teknologi mendukung sistem kerja yang lebih praktis dan produktif, walaupun tidak semua karakter seni rupa cocok dengan prinsip ini. Dalam medan sosial penyajian seni, teknologi berbasis virtual sangat mendukung sosialisasi dan promosi karya secara luas. Begitu juga dalam medan sosial pengkajian seni, teknologi virtual dapat mengundang partisiasi dan kontribusi masyarakat global. Teknologi tidak mengancam dan tidak dapat menggantikan eksistensi perupa yang berorientasi ekspresi estetis. Kecuali perupa yang berorientasi menghasilkan karya fungsional, dan tidak memiliki keahlian tinggi sehingga mudah terdisrupsi. Secara umum, baik teknologi non-digital maupun teknologi digital-virtual mendukung aktivitas kesenirupaan. Teknologi digital-virtual melahirkan dunia baru dan genre seni rupa baru bagi perupa berkarya. Kehadiran teknologi baru mesin/alat/media merupakan tantangan, dan sekaligus peluang baru bagi perupa berkarya. Nilai karya seni rupa bersifat dinamis dan adaptif, dimana seni rupa senantiasa menawarkan sesuatu yang baru, pengalaman baru. Nilai seni rupa tidak akan tereduksi oleh teknologi, karena nilai karya melekat pada karakter atau roh yang dilahirkan perupa, bukan yang dihasilkan teknologi. DAFTAR PUSTAKA Djatiprambudi, D. 2019. Reinvensi Budaya Visual Nusantara sebagai Basis Penciptaan Seni Rupa Kontemporer. In Seminar Nasional Seni dan Desain 2019 pp. 9-18. Universitas Negeri Surabaya. Harto, D. B., Dharsono, Haryono, T., & Sunarto, W. 2018. Memosisikan Bahasa Rupa VT sebagai “Pisau Analisis” dan “Konsep Berkarya” dalam Bidang Seni Rupa dan Desain, di Era Disrupsi. Prosiding SENDI_U. Hidayat, I. 2019. Tantangan Masyarakat di Era Disrupsi. Diunduh dari tanggal 18 Mei 2021. Himawan, W. 2013. Visual Tradisi dalam Karya Seni Lukis Kontemorer sebagai Wujud Artistik Pengaruh Sosial Budaya Kajian Terhadap Karya Haryadi Suadi dan I Wayan Sudiarta. Jurnal Ornamen ISI Surakarta, 10 1 57-75. Irwandi, E., Sabana, S., & Kusmara, A. R. 2019. Mempertahankan Eksitensi Kampung Kota melalui Mural di Era Disrupsi. Prosiding Seminar Nasional Unoflatu pp. 54-66. Bandung-Indonesia. Jazuli, M. 2014. Sosiologi Seni Pengantar dan Model Studi Seni Edisi 2. Yogyakarta Graha Ilmu. Komalasari, H., Budiman, A., Masunah, J., & Sunaryo, A. 2021. Desain Multimedia Pembelajaran Tari Rakyat Berbasis Android Sebagai Self Directed Learning Mahasiswa Dalam Perkuliahan. MUDRA Jurnal Seni Budaya, 36 1 96-105. Piliang, Y. A. 2018. Medan Kreativitas Memahami Dunia Gagasan. Yogyakarta Cantrik Pustaka. Rahmantio, A. 2020. Revolusi Industri Mengubah Tantangan Menjadi Peluang Di Era Disrupsi Diunduh dari Zulkifli, Seni Rupa di Era Disrupsi Dampak Teknologi dalam Medan Sosial Seni Rupa 142 tantangan-menjadi-peluang-di-era-disrupsi-4-0/.YKHIZqgzbIU tanggal 18 Mei 2021. Susanto, M. 2011. Diksi Rupa Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa. Yogyakarta DictiArt Lab dan Bali Djagad Art House. Wiflihani. 2021. Penggunaan Media Audiovisual dalam Pengajaran Musik. Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 119-126. Wikipedia. 2018. Desa global. Diunduh dari tanggal 18 Mei 2021. Wisetrotomo, S. 2020. Ombak Perubahan Problem Sekitar Fungsi Seni dan Kritik Kebudayaan. Yogyakarta Penerbit Nyala. Wulandari, S. 2019. Dekonstruksi Seni Rajut Kejut di Era Disrupsi. Journal of Contemporary Indonesian Art, 5 2 92-104. Zulkifli, Atmojo, W. T., Kartono, G., & Nurwani. 2021. Revitalisasi Identitas Melayu Studi Penerapan Ragam Hias Tradisonal Melayu pada Bangunan Modern di Kota Medan. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences JEHSS, 3 3 895-903. Zulkifli, Sembiring, D., Atmojo, W. T., & Pasaribu, M. 2020. Tradisi dalam Modernisasi Seni Lukis Sumatera Utara Eksplorasi Kreatif Berbasis Etnisitas Batak Toba. MUDRA Jurnal Seni Budaya, 35 3 352, 359. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Melayu kaya dengan kesenirupaannya, khususnya dalam bentuk ragam hias. Secara tradisi, ragam hias Melayu banyak terungkap melalui arsitekturnya, di samping pada produk pakai lainnya. Yang menarik sekarang adalah adanya trend penerapan ragam hias tradisional Melayu pada bangunan modern di Kota Medan, Indonesia. Artikel ini mengkaji, sejauhmana identitas Melayu kembali menguat di Kota Medan. Selain itu, artikel ini juga mengkaji bagaimana potensi teknis dan estetis yang terkandung dalam karakteristik ragam hias Melayu. Pembahasan dilakukan melalui pendekatan sosiologi seni dan metode visual cultural. Hasil kajian menunjukkan bahwa 1 Bentuk dan karakteristik ragam hias Melayu yang banyak diterapkan pada bangunan modern di Kota Medan merujuk pada bentuk pucuk rebung, ricih wajid,lebah begantung, terali biola, bidai, dan tampuk pinang; 2 Potensi teknisnya didukung oleh karakteristik ragam hias Melayu yang berbentuk terawang, dan potensi estetisnya terungkap melalui bentuk permukaan yang rata dengan garis motif yang tajam; dan 3 Identitas Melayu melalui penerapan ragam hias terungkap pada bangunan perkantoran, tempat umum, lokasi wisata, dan fasilitas umum. Wiflihani WiflihaniThis article aims to explain the use of audiovisual media in learning music. To carry out teaching through audiovisual media, it is necessary to prepare a learning unit, choose the correct audiovisual media and adjust it to a musical instrument or teaching topic, to know the duration of the audiovisual media, which must be adjusted to the lesson hours. To prepare students, they are given a general explanation of the contents of the learning video, then they play back and prepare the equipment for a smooth learning experience. Follow-up After watching a film or video, the teacher also did examples of playing music, thinking, and asking questions to students to find out how well the students understood the sumber belajar konvensional saat ini lambat laun mulai beralih atau bertransformasi menuju pendekatan sumber belajar digitalisasi. Tujuan penelitian ini ingin mengembangkan protipe pembelajaran tari rakyat berbasis android yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai pendekatan pembelajaran self directed learning pada perkuliahan tari rakyat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan. Data penelitian diperoleh dari hasil studi dokumentasi dan studi literatur. Analisis data disajikan secara kualitatif untuk mendeskripsikan secara detail mengenai langkah-langkah proses penyusunan prototipe multimedia pembelajaran tari rakyat berbasis android. Temuan menunjukan bahwa protipe sumber belajar multimedia tari rakyat berbasis android yang dikembangkan memiliki karakteristik dalam mendorong mahasiswa untuk dapat melakukan belajar secara mandiri tanpa harus dibimbing dan dilatih langsung oleh dosen di dalam jam perkuliahan. Model media yang dikembangkan menyajikan beberapa menu pilihan belajar yang dapat diakses oleh mahasiswa melalui berbagai perangkat teknologi seperti komputer, laptop, seluler, dan lain sejenisnya. Zulkifli ZulkifliDermawan SembiringMangatas PasaribuArtikel ini membahas tentang sejauhmana potensi nilai dan karakter tradisional dapat dikembangkan sebagai tema garapan dalam eksplorasi kreatif seni lukis masa kini. Artikel berbasis hasil penelitian terapan ini, bertujuan menemukan bentuk dan wujud seni rupa tradisi yang khas, khususnya dari etnik Batak Toba, untuk dikembangkan secara kreatif dalam garapan seni lukis Sumatera Utara. Tujuan dimaksud diwujudkan melalui aplikasi teknologi digital serta rekayasa media dan peralatan melukis. Metode yang digunakan adalah survey dan metode penciptaan kreatif, mulai persiapan, inkubasi, iluminasi, eksekusi, konfirmasi, dan validasi. Analisis data disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa eksplorasi seni lukis modern Sumatera Utara melahirkan karakter bentuk orisinil, sebagai penanda jati diri dan promosi budaya rupa etnik Batak Toba. Karakter seni lukis eksploratif ini berkontribusi pada pengayaan budaya rupa nasional. Hasil penelitian juga menemukan efektivitas penggunakan teknologi digital dan rekayasa media seni lukis, sebagai stimulasi penggunaan media alternatif dalam pengembangan model industri kreatif. Sari WulandariMemasuki revolusi industri di era postmodern, kini teknologi elektronik dan komputerisasi dan industri hiburan semakin berkembang ke arah otomasi proses produksinya dan mendorong tumbuhnya budaya massa, budaya populer sehingga banyak mengubah cara hidup manusia serta menimbulkan konsumerisme, mendorong munculnya kebutuhan semu dan menjadikan masyarakat hidup di dalam dunia simulasi, cenderung individualistik, teralienasi dan terfragmentasi. Komunitas RajutKejut sejak tahun 2014 melakukan aksi yarn bombing di ruang publik dengan rajutan karena kegelisahan atas kondisi kota Jakarta. Aktivitas ini merupakan bagian dari cara mereka menyalurkan kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat. Komunitas yang merupakan kumpulan perajut membuat jejaring dengan memanfaatkan media sosial dalam proses berkarya, mempublikasikan dan mendokumentasikan berbagai kegiatan. Banyak terjadi kontradiksi pada kemunculan karya seni ini di era postmodern di mana penggunaan seni rajut yang populer di masa lampau dikreasikan kembali dalam konteks masa kini disertai pemanfaatan teknologi digital. Penelitian ini mengkaji fenomena munculnya karya seni RajutKejut melalui metode penelitian Kualitatif dengan paradigma Postmodernisme yang dianalisis melalui Dekonstruksi seni RajutKejut di ruang publik pada era postmodern, untuk memunculkan dimensi-dimensi lain yang selama ini tertutup oleh paradigma modernisme. Kata kunci dekonstruksi, seni, rajut, postmodern Willy HimawanBudi Adi NugrohoPenelitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh sosial budaya pada senilukis kontemporer. Penelitian dilakukan dengan studi kasus pada dua senimankontemporer Bali yaitu Wayan Sudiarto dan Haryadi Suadi. Penelitian dilakukandengan mengamati unsur-unsur tradisi dan modern seperti otonomi, kebebasan,dan progresitivitas menjadi elemen yang penting dalam karya – karya keduaseniman. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa seni kontemporersecara khas mampu menunjukkan manifestasi estetik dan refleksi nilai yang bersifatkritis terhadap sistem ekonomi-sosial-kultural yang menghidupinya. Walau karyaSudiarta dan Haryadi saling bertolak belakang, namun kedua karya seniman tersebutmemperlihatkan bahwa visualisasi tradisi pada karya-karya seni lukis kontemporerterkait dengan aspek-aspek seni rupa yang menjadi bagian dari konsep konsepbudaya visual. Keberadaan tradisi atau unsur-unsur tradisi yang muncul dalamkarya-karya tersebut masih dibaca dalam ranah identitas dan keunikan tetapi belummenyentuh ke dalam makna yang terkandung di dalamnya. The Visual Tradition on Contemporary Art Works as the Artistic Form of Socio-Cultural Influence. This study aims to understand the socio-cultural influences oncontemporary paintings. It is a case study of two contemporary Balinese artists, Sudiarto and Haryadi Suadi. The study is conducted by observing the traditionand modern elements such as autonomy, freedom, and progressivity which become theimportant elements of both artists’ artworks. Based on the research, it can be concludedthat the contemporary art is typically able to demonstrate the aesthetic manifestationand reflection of values which are critical toward the system of the artworks of Sudiarta and Haryadi are in contradictory, but both of theartists’ works show the visualization of tradition on the works of contemporary paintingsassociated with the aspects of arts which are a part of the concepts of visual culture. Theexistence of the tradition or traditional elements appeared in these works are still readin the realm of identity and uniqueness, but they have not touched into the Budaya Visual Nusantara sebagai Basis Penciptaan Seni Rupa KontemporerD DjatiprambudiDjatiprambudi, D. 2019. Reinvensi Budaya Visual Nusantara sebagai Basis Penciptaan Seni Rupa Kontemporer. In Seminar Nasional Seni dan Desain 2019 pp. 9-18. Universitas Negeri Bahasa Rupa VT sebagaiD B HartoDharsonoT HaryonoW SunartoHarto, D. B., Dharsono, Haryono, T., & Sunarto, W. 2018. Memosisikan Bahasa Rupa VT sebagai "Pisau Analisis" dan "Konsep Berkarya" dalam Bidang Seni Rupa dan Desain, di Era Disrupsi. Prosiding Masyarakat di Era DisrupsiI HidayatHidayat, I. 2019. Tantangan Masyarakat di Era Disrupsi. Diunduh dari 019/tantangan-masyarakat-di-era-disrupsi/ tanggal 18 Mei Kreativitas Memahami Dunia GagasanY A PiliangPiliang, Y. A. 2018. Medan Kreativitas Memahami Dunia Gagasan. Yogyakarta Cantrik Pustaka.
tuliskan kelemahan seni pada era digital